JAKARTA - Pendidikan agama Islam tidak hanya sekadar materi pelajaran di sekolah, tetapi menjadi fondasi pembentukan karakter dan etika publik bangsa Indonesia.
Kementerian Agama menegaskan bahwa penguatan pendidikan agama Islam merupakan bagian integral dari agenda pembangunan nasional, yang berperan strategis dalam menyiapkan generasi yang moderat, beradab, dan memiliki kesadaran sosial.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag, Amien Suyitno, menjelaskan bahwa sepanjang tahun 2025, Direktorat Pendidikan Agama Islam (PAI) tidak hanya mengelola program rutin, tetapi juga membangun fondasi jangka panjang pendidikan agama sebagai penyangga karakter bangsa.
“Sepanjang tahun 2025 Direktorat Pendidikan Agama Islam tidak sekadar mengelola program, tetapi membangun fondasi jangka panjang pendidikan agama Islam sebagai penyangga karakter bangsa,” ujar Suyitno.
Pendidikan Agama Islam sebagai Pilar Karakter dan Moderasi
Suyitno menambahkan bahwa seluruh capaian dan kebijakan strategis Direktorat PAI selaras dengan AstaCita Presiden Prabowo Subianto dalam penguatan karakter bangsa, serta Asta Protas Menteri Agama yang menempatkan pendidikan agama sebagai fondasi moderasi beragama, ketahanan sosial, dan moral publik Indonesia.
Pendidikan agama Islam tidak diposisikan sebagai pelengkap kurikulum semata, melainkan sebagai investasi peradaban yang menentukan arah pembentukan karakter, etika publik, dan daya tahan sosial bangsa di tengah tantangan global dan disrupsi nilai.
Dengan kata lain, pendidikan agama Islam berperan sebagai filter nilai dan penguatan moral bagi generasi muda, yang mampu menghadapi berbagai dinamika sosial dan tantangan modern.
Hal ini menegaskan posisi strategis guru PAI dalam sistem pendidikan nasional, bukan hanya sebagai pengajar materi, tetapi sebagai pembentuk karakter dan penanam nilai.
Jumlah Guru dan Siswa PAI di Seluruh Indonesia
Berdasarkan data nasional hingga akhir 2025, jumlah Guru PAI tercatat 262.971 orang, melayani 41.883.439 siswa Muslim di 317.520 sekolah umum di seluruh Indonesia. Rasio ini mencerminkan besarnya mandat strategis guru PAI sebagai penjaga nilai keagamaan, etika sosial, dan moderasi beragama dalam ekosistem pendidikan yang semakin kompleks.
“Rasio ini mencerminkan besarnya mandat strategis guru PAI sebagai penjaga nilai keagamaan, etika sosial, dan moderasi beragama dalam ekosistem pendidikan nasional yang semakin kompleks,” ujar Suyitno.
Dengan jumlah guru dan peserta didik yang besar, penguatan kompetensi guru menjadi kunci agar pendidikan agama mampu menghasilkan output yang berkualitas.
Peningkatan Profesionalisme Guru PAI
Untuk memperkuat profesionalisme pendidik, pemerintah mengakselerasi pelaksanaan Pendidikan Profesi Guru (PPG) sebagai instrumen utama peningkatan mutu dan sertifikasi.
Hingga 2025, 90,2 persen Guru PAI telah bersertifikat pendidik, sementara 9,8 persen atau 25.880 guru lainnya menjadi prioritas kebijakan lanjutan melalui skema PPG pra-jabatan dan afirmasi peningkatan kualifikasi di tahun berikutnya.
Selain peningkatan kompetensi, negara juga memastikan keberlanjutan kesejahteraan guru PAI melalui pembayaran Tunjangan Profesi Guru (TPG) bagi guru yang telah memenuhi persyaratan sertifikasi.
Kebijakan ini menunjukkan hadirnya negara secara nyata dalam menjaga peran guru PAI sebagai aktor utama pembentukan karakter peserta didik.
Penguatan Literasi Keagamaan dan Etika Publik
Suyitno menekankan bahwa peningkatan kompetensi guru, afirmasi kesejahteraan, serta penguatan literasi keagamaan merupakan upaya sistemik agar pendidikan agama tidak berhenti pada hafalan dan simbol. Pendidikan agama harus membentuk cara berpikir, kepekaan sosial, dan etika publik peserta didik.
“Peningkatan kompetensi guru, afirmasi kesejahteraan, serta penguatan literasi keagamaan merupakan ikhtiar sistemik agar pendidikan agama tidak berhenti pada hafalan dan simbol, tetapi membentuk cara berpikir, kepekaan sosial, dan etika publik,” ujar Suyitno.
Hal ini menegaskan bahwa pendidikan agama Islam harus mampu menjawab persoalan sosial dan mendukung pembangunan karakter bangsa secara menyeluruh.
Guru PAI sebagai Agen Perubahan Peradaban
Suyitno menegaskan bahwa guru PAI harus ditempatkan sebagai subjek utama perubahan dalam pembangunan peradaban bangsa. Kehadiran negara tidak cukup melalui regulasi, tetapi harus diwujudkan melalui afirmasi nyata seperti peningkatan kompetensi, kepastian kesejahteraan, dan ekosistem pendukung yang sehat.
“Pendidikan agama Islam harus melahirkan religiositas yang matang, moderasi yang berakar, dan keberagamaan yang memberi solusi atas persoalan sosial,” jelasnya.
Pernyataan ini menegaskan bahwa pendidikan agama Islam memiliki peran strategis dalam membentuk warga negara yang sadar moral, toleran, dan bertanggung jawab.
Kebijakan PAI Berbasis Data dan Akuntabilitas
Ke depan, arah kebijakan PAI akan semakin berbasis data, asesmen, dan akuntabilitas publik. Hal ini dilakukan agar setiap program dan kebijakan tidak hanya formalitas, tetapi dapat diukur efektivitasnya dalam membentuk karakter peserta didik.
Pemantauan dan evaluasi berbasis data juga memungkinkan Kemenag menyesuaikan strategi pendidikan dengan kebutuhan nyata di lapangan.
Dengan pendekatan berbasis data dan profesionalisme guru, pendidikan agama Islam diharapkan menjadi fondasi yang kuat bagi pembentukan karakter bangsa. Strategi ini menegaskan bahwa penguatan moral, moderasi beragama, dan etika publik bukan sekadar slogan, tetapi hasil nyata dari investasi pendidikan jangka panjang.
Pendidikan agama Islam berperan sebagai fondasi karakter bangsa dan instrumen pembangunan peradaban.
Dengan guru yang profesional, kompetensi yang meningkat, kesejahteraan yang terjamin, dan kebijakan berbasis data, pendidikan agama mampu menghasilkan generasi yang moderat, beradab, dan memiliki kepekaan sosial.
Pendidikan agama Islam bukan sekadar pelengkap kurikulum, tetapi pilar utama yang meneguhkan nilai-nilai etika, moral, dan keberagamaan di tengah dinamika sosial dan global.